Humaniora | Hebatnya Merek-Merek Itu
"Haloo.. Paak..ada Aqua botol besar?"
".. Oh..maaf Bu..lagi habis..adanya merek lain."
Sang Ibu segera berlalu tanpa menyahut. Mungkin kerongkongannya sedang kering.
Di hari yang lain,
"Pak, ada beras cap Radja Nusantara yang lima kiloan?" tanya seorang anak sekolahan yang kelihatan baru pulang sekolah.
"Oh..maaf dik..lagi kosong. Adanya cap lain. Mau?"
"Ah tidak Pak, Ibu menyuruh cap Radja," sahut sang anak dengan sopan namun terlihat lapar.
Akhir pekan lalu saya sempat memuji dengan acungan jempol pada seorang pelanggan bermobil istimiwir. Dengan menunjuk tempelan pada kaca belakangnya. Tulisannya kecil namun tetap terbaca. "If not Boeing I'm not Going"
Saat itu saya tidak yakin kalau dia sedang pulang dari bandara. Tidak jadi berangkat karena mungkin bandara dipenuhi Airbus.
Suatu pagi, Pak Darmadji tidak jadi sarapan bubur ayam tetapi cukup dengan bubur kacang ijo ketan hitam. Istrinya pun menanyakan hal itu.
"Buburnya tutup," jawabnya singkat.
Padahal di seberang jalan masih ada satu penjual bubur ayam.
Istrinya pun penasaran dan menanyakan lagi.
"Itu bukan bubur ayam Jakarta," sahut Pak Darmadji ringan.
Yang agak mengenaskan adalah pada suatu sore datanglah seorang bapak setengah baya. Bertelanjang dada. Mengalung handuk lusuh. Tetangga warung. Kesehariannya sebagai tukang sol sepatu keliling. Seperti terlihat akan berangkat mandi.
"Ada sabun Dettol pak?" tanyanya bergegas.
"Oh ada. Itu coba lihat di rak sebelah kiri bagian tengah."
Sang bapak segera memilih. Celingukan.
"Yang warna kuning ada pak?" tanyanya lagi.
"Oh..ada pak. Paling pojok. Coba lihat lagi..," sahut saya dengan sabar.
"Yang ukuran besar ada Pak? Ini kecil semua," pertanyaannya berlanjut.
"Habis Pak. Yang besar habis. Tinggal itu saja," sahut saya cepat.
Tanpa komentar sang bapak tukang sol sepatu ngeloyor pergi. Tentu mencari warung lain.
Kejadian beberapa penggal tersebut di atas, menunjukkan betapa hebatnya merek-merek itu. Seperti mengandung sihir. Orang-orang seperti tunduk dan takluk. Rupanya keinginan sudah mengalahkan kebutuhan.
Saya hanya sanggup mangut-mangut sembari nyeruput kopi sasetan menemani dua gulung risoles bercengek hijau. **

Komentar