Puisi | Nada Terjal dan Mulut Belati

Aku mendengar seliweran,
Kata-kataku tajam setajam belati.
Akan mengucap pun, Moni, kucing elok tetangga membuang muka pura-pura tidak kenal.

Ada anak manusia bertanya alamat,
Gendang telinga menangkap bagai tawaran berkelahi,
Nada-nadanya aduhai terjal,
Kalimatnya semburat menohok, Menjengkang tanpa basa basi pembuka,
Lengannya bergetar melebihi ritme drum mendiang Neil Peart dari speaker bakul
Sudah aku jawab pun dia ngotot bersikukuh,
Lantas dia enyah terbirit saat aku teriaki,
"Hey.. Kau mau bertanya apa berkelahi..?!"

Di kesempatan lain ada sosok menyela,
Aku sedang berfokus mengayom bapak bertatto yang sudah mengantongi rokok dari rak jualan,
Sosok itu menyela lagi dengan cerocosan kalimat tak bersekolah,

Tak dinyana mulutku menghardik si bapak bertatto,
"Paak, Ooh..ternyata bapak ada!
Bapak nyata!
Saya kira bapak hantu!
Orang itu tidak melihat bapak!
Dan bapak bukan monyet!
Bapak manusia!
Dia berani menyela!
Bagaimana sekarang?"

Sang bapak bertatto mangut-mangut menelisik,
Tatto dahinya mengernyit menghitam
Si penyela celingukan tersambar belati.
Dia tidak sadar,
Di lalu lalang jalan besar,
Bapak bertatto adalah Truk Fuso,
Dia tentu tergilas tuntas sembrono menyela,
Jiwanya melayang,
Ruhnya berteriak menyesal tidak tersambar belati virtual.
**

Batu Muda, 140120

Komentar

Postingan Populer