Sosbud | NKRI dan Angin Perubahan Nusantara

Dua dekade lebih sudah lewat. Peristiwa demonstrasi mahasiswa dan massa besar-besaran tahun 1998 menjadi tonggak bergantinya era. Era Order Baru ke era Reformasi.
Sejak republik berdiri tahun 1945, sudah enam kali pergantian presiden. Sekarang masa pemerintahan presiden ke tujuh. Sudah 74 tahun.
Nusantara adalah rangkaian dua kata. Nusa dan antara. Dari penulisan dan penyebutan saja, pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah republik, otomatis menyatu. Menyatu jiwanya. Menyatu bahasanya. Menyatu tujuannya. Menyatu dalam negara kesatuan. Sekarang fasih orang menyebut sebagai NKRI. Sebagian lainnya menambahkan dengan, harga mati.
Negara dan seluruh rakyat di wilayah republik, wajib mempertahankan kesatuannya itu. Sebab itu mutlak tujuan berdirinya republik. Sudah termaktub dalam dasar negara. Dari Sabang sampai Merauke. Presiden ke tujuh bahkan menegaskan lagi, dari Pulau Miangas di utara sampai ke Pulau Rote di selatan.
Kesatuan berbangsa dan bernegara itu harus terus dan selalu dijaga. Selalu diupayakan agar merasuk dalam nadi tiap insan republik.
Sejarah mencatat. Perjalanan Nusantara sebagai cikal bakal NKRI, telah melewati berbagai masa. Telah melewati berbagai sistem pemerintahan. Dari sistem kerajaan, monarki, sistem imperialisme oleh VOC, company yang memperoleh hak istimewa dari induknya, Belanda, sampai sistem presidensial dengan bentuk republik. Sempat pula beberapa saat menerapkan sistem pemerintahan parlementer dan juga sistem presiden terpimpin.
Ada perlunya melakukan kilas balik. Agar bangsa ini sanggup melibas segala bentuk onak dan duri. Menghadapi masa-masa sulit seperti sekarang. Ancaman disintegrasi bangsa.
Awal masehi sejarah mencatat, Nusantara berawal dari;
-Kerajaan Salakanegara, Sunda. Berdiri lebih kurang selama 230 tahun (132-362M) . Wilayah mencakup hampir sebagian Jawa Barat.
-Kerajaan Tarumanagara, Sunda. Berdiri selama 311 tahun (358-669).
-Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah. Berdiri selama 188 tahun (594-782).
-Kerajaan Sriwijaya, Sumatra selatan, berdiri selama 342 tahun (683-1025).
-Kerajaan Mataram Hindu, Jawa Tengah. Berdiri selama 293 tahun (752-1045).
-Kerajaan Kahuripan, Jawa Timur. Berdiri selama 26 tahun (1019-1045).
-Kerajaan Pajajaran, Jawa Barat. Berdiri selama 549 tahun (1030-1579).
-Kerajaan Kadiri, Jawa Timur. Berdiri selama 177 tahun (1045-1222).
-Kerajaan Jenggala, Jawa Timur. Berdiri selama 91 tahun. Bersamaan berdiri dengan Kerajaan Kadiri (1045-1136).
-Kerajaan Singosari, Jawa Timur. Berdiri selama 70 tahun (1222-1292).
-Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Berdiri selama 234 tahun (1293-1527).
-Kesultanan Demak, Jawa Tengah. Berdiri selama 79 tahun (1475-1554).
-Kesultanan Pajang, Jawa Tengah. Berdiri selama 18 tahun (1568-1586).
-Mataram Islam, Jawa Tengah. Berdiri selama 93 tahun (1588-1681).
-VOC berdiri tahun 1602 dan mulai masuk tanah Jawa awal abad 16. Menjajah selama 300 tahun lebih. Mereka mengatas-namai Nusantara dalam pergaulan internasional dengan nama Hindia Belanda.
-Nagari Kartasura, Jawa Tengah. Berdiri selama 65 tahun (1680-1745).
-Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Selama 195 tahun mulai tahun 1755 sebagai hasil Perjanjian Gianti, sampai 1950. Kemudian Bergabung sebagai Daerah Istimewa bagian dari NKRI. Surakarta terlebih dahulu bergabung pada tahun 1946.
Kerajaan dan Kesultanan di atas adalah yang sempat terekam. Masih banyak Kerajaan dan Kesultanan yang tersebar di berbagai pulau di nusantara. Di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Kepulauan Maluku. Bali dan Nusa Tenggara.
NKRI sudah berumur 74 tahun. Usia yang sangat matang. Matang dalam menentukan arah bangsa. Berdasarkan perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di atas, apa yang menjadi sebab runtuh?
Tentu kita sudah mengetahuinya. Sebagian oleh karena serangan luar sebagian lagi oleh karena pemberontakan dari dalam. Penyebab lain karena adu domba.
Pilihan para pendiri bangsa sudah tepat. Memilih sistem demokrasi. Bukan sistem feodal. Memilih dan dipilih menjadi pemimpin sudah menjadi hak rakyat. Jangka waktu berkuasa pun ada. Para pengawas pemimpin pun banyak. Termasuk rakyat. Pemimpin yang ngawur bisa diturunkan di tengah jalan.
Ideologi Pancasila disepakati sebagai ideologi bangsa. Sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Ideologi yang sudah terbukti puluhan tahun mampu merekati segunung perbedaan SARA.
Seharusnya dengan Sistem Demokrasi dan Ideologi Pancasila, keutuhan bangsa lebih terjamin. Tapi mengapa belakangan ini keutuhan itu justeru terancam?
Coba kita telisik satu persatu.
1. Faktor Ideologi.
Kita menganut Ideologi Pancasila. Ideologi yang oleh Bung Karno dipandang paling ideal, paling pas, paling cocok diterapkan.
Bung Karno merumuskan bukan sejam dua jam. Bukan setahun belasan tahun. Pun bukan puluhan tahun. Tapi ratusan tahun. Iya, karena bahan pembuat Ideologi Pancasila, ideologi-ideologi yang tersebar di muka bumi itu sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Bung Karno meramunya sejak sadar bahwa bangsa ini harus terbebas dari belenggu imperialisme.
Hal apakah yang menjadi sebab kalau masih ada yang meragukannya? Apakah yang meragukan itu pernah merasakan dibuang ke Digul? Ke Ende? Apakah pernah merasakan perang batin sebagaimana Bung Karno dengan sahabatnya Tan Malaka? Bung Karno dengan Kartosoewirjo? Bung Karno dengan Buya Hamka? Kalau masih ada yang meragukan. Tentu ada yang tidak beres.
2. Faktor Agama
Bung Karno tentu sudah memperkirakan. Ramuan Pancasila tentu akan goyah kalau hanya campuran dari satu atau dua warna ideologi. Andai satu warna lebih dominan, maka harus ada dua warna lain yang saling menyokong. Maka jadilah Pancasila. Ada lebih dari dua ideologi di sana.
3. Faktor Konspirasi Global.
Inilah yang paling dikhawatirkan Bung Karno. Beliau pernah berkata, kurang lebih,"Perjuanganku lebih mudah. Musuh yang aku hadapi jelas. Secara fisik berbeda dengan kita. Tapi perjuanganmu jauh lebih berat. Karena yang kau hadapi adalah saudaramu sendiri."
Mungkin pasti banyak pembaca yang akan mengernyitkan dahi. Bukan seperti itu maksudnya bro! Benar! Saya memahami itu. Awalnya saya juga berpikiran seperti itu.
Tapi saya punya pandangan lain akan maksud yang tersirat dari ucapan legenda itu.
Konspirasi Global adalah darahnya kapitalisme. Sekali lagi. Darahnya kapitalisme. Dia bukan sekedar nilai tambah. Bukan lagi sekedar added value. Untuk bisa tetap eksis, tetap hidup dia harus berkongkalikong. Agar kapital tetap bisa mengalir, harus ada permintaan. Pada air, liquid yang tenang agar mengalir, harus diciptakan cerukan. Tak boleh ada air yang tenang. Kapan air tenang, saat itulah kapitalisme hancur.
Ucapan legenda Bung Karno itu adalah penjelasan nyata dari ucapan legendanya yang lain, "......... Revolusi Indonesia menuju kepada Dunia Baru tanpa ‘exploitation de l‘homme par l‘homme’ dan ‘exploitation de nation par nation’."
Ya dunia baru tanpa penghisapan manusia oleh manusia dan tanpa penghisapan bangsa oleh bangsa. Artinya apa? Tentu airnya mesti tenang.
Kapitalisme kalau sudah merasuki saudara kita, maka itulah maksud dari ucapan legenda itu. Perjuangan kita lebih berat.
Bukankah itu yang sudah berlangsung sejak lama? Dan Pancasila terbukti masih sanggup meredam? Disintegrasi itu?
Sampai kapan? Akan ke mana angin perubahan itu berhembus? Semua tergantung kita. Sesuai kemampuan pikir dan daya cipta.
Ancaman disintegrasi sudah bukan berbentuk fisik. Dia maya. Berupa hasrat. Dia menyerang keinginan kita. Hanya satu cara mengatasinya. Benteng paling ampuh adalah memelihara kebutuhan. Sesekali mengenyahkan keinginan.
Jayalah Nusantara.. **

Komentar