Cerpen | Tukang sablon dan DP
Dua orang sedang mengecat pintu depan. Tempat usaha yang sudah berumur itu hampir selesai direkondisi. Beberapa bagiannya yang lapuk sudah diganti.
Yang membuat terlihat berbeda adalah pergantian warna. Dinding yang sebelumnya berwarna putih sudah berganti hijau muda. Terlihat lebih segar. Lebih enak dilihat.
"Sekarang sajalah aku ke sana. Mumpung masih pagi. Mudah-mudahan dua tiga hari sudah jadi," gumam Suganda berkacak pinggang dari seberang. Ada rasa bangga menyelimuti hatinya.
"Pak, saya tinggal dulu ya..mau pesen banner. Biar nanti kalau sudah jadi bisa langsung dipasang,"kata Suganda pada kedua tukangnya itu.
Salah satu tukangnya mengangkat jempol sembari mengangguk. Mengiyakan.
Bengkel Sablon itu ada di depan Sekolah Dasar. Setelah perempatan belok kanan.
Tak ada sepuluh menit, Suganda sudah sampai.
Dia sudah menyiapkan desainnya. Dia buat sendiri beberapa hari sebelumnya.
Terlihat Suganda dan tukang sablon itu berbincang serius. Sesekali kedua tangannya bergerak-gerak membantu kosa-katanya agar maksudnya bisa dipahami.
"Bagaimana Pak? Bisa selesai lusa?"
"Iya Pak. Bisa. Nanti sore atau besok saya garap. Sekarang masih garap punya orang."
"Trus pembayarannya bagaimana? Nanti saja setelah jadi? Atau bagaimana?"
"DP saja dulu Pak."
"DP? Apa itu?" Suganda iseng sambil mendongak memiringkan kepala. Telinganya memohon agar lebih jelas.
"Ya..tanda jadilah Pak.."
"Tanda jadi khan TJ...bukan DP. Bapak tadi nyebut DP. Apa itu?
Tukang sablon itu tersenyum hambar. Datar. Menyadari dirinya tidak tahu apa itu DP.
Baru kali ini ada yang bertanya. Biasanya setelah nyebut dua huruf itu, langsung dapat bayaran.
Pikirannya menyela, "Masa orang ini tidak tahu DP? Goblok bener..."
Matanya menyoroti Suganda dari ujung kepala sampai ujung kaki. Seperti mengasihani.
"Panjer Pak!" setengah berteriak tukang sablon itu. Seperti baru menemukan kata itu dari lipatan otak.
Diulanginya lagi,
"Dana Panjer Pak!.. Iya Pak. Dana Panjer. DP! Sepuluh persen saja dulu. Sisanya dilunas lusa."
Sumringah air mukanya. Merasa lolos dari cobaan pagi itu. "Untunglah ketemu kata itu, mimpi apa aku semalam.."pikirannya tersenyum bangga.
"Bukan Paak. Bukan Dana Panjer..iya khan Pak..?" Suganda menoleh pada Bapak perlente yang sedari tadi tersenyum menyaksikan.
"Iya bukan. DP itu bukan Dana Panjer,"sahut Bapak perlente itu mengiyakan.
Merasa bosnya terdesak, anak buahnya turut memeras otak. Langsung menyela,"DP itu Dana Pemesanan Pak. Jadi bayarnya tidak full!"
Tukang sablon itu mengangguk membenarkan. Dengan air muka meragukan.
"Baiklah begini saja. Saya beri TJ. Tanda Jadi sepuluh persen. Nanti lusa saya lunasi. Saya lunasi kalau Bapak memberitahu saya apa sebenarnya DP itu. Penasaran saya. Oke Pak? Setuju?"
Tukang sablon itu setuju. Sembari ambil buku nota menuliskan DP sepuluh persen. Sembilan puluh persen lagi adalah artinya.**

Komentar