Humor | Balada Logika Samudji [2] Disayang Siapa?
Mata Anas langsung tertuju pada tulisan yang terlihat di atas kepala Samudji. Tempelan kertas hasil cetak komputer. Ditempel memanjang di belakang kasir. Di bibir rak paling bawah. Rak dengan tebal sejengkal yang menempel tinggi di dinding. Kemarin tulisan itu tidak ada.
Dari depan kasir tulisan itu terlihat jelas. Karena persis di atas kepala kasir.
"Apa maksud Kau bikin tulisan itu? Aneh-aneh saja kau Sam," ujar Anas dengan nada protes.
"Kau lihat sendirilah..semua kepala khan ada otaknya," sahut Samudji sekenanya.
Dia sedang sibuk melayani seorang Ibu. Men-scan barang yang lumayan banyak. Meja kasir yang mungil itu seperti tak kuasa menampung barang yang menggunung.
Anas tak menghiraukan. Dia langsung mengambil apa yang diperlukan. Langsung menuju kasir. Samudji yang merangkap kasir sempat meliriknya.
Anas langsung menyodorkan lembaran uang. Harganya sudah di luar kepala. Langanan tetap dan setia.
"Hayo Sam lekaslah..," Anas mendesak.
"Baiklah...maaf Bu.. Saya menyela melayani manusia ini ya Bu.."
Sang Ibu tersenyum kecut seperti tidak rela. Sambil menghitung uang dia bergumam, "Saya khan tidak mau disayang setan juga."
Anas segera dilayani. Dia penasaran disebut 'manusia' oleh Samudji. Dia tidak segera pulang. Dia mundur selangkah. Menunggu sang Ibu selesai belanja. Dia tahu akan memperoleh hal baru lagi dari Samudji.
Sejurus berlalu, seorang bapak masuk. Berkaca mata. Perlente. Langsung mengambil sesuatu di lemari pendingin.
"Ini satu saja...ini uangnya..." Bapak itu menyodorkan selembar uang sambil memperlihatkan barang yang dibeli. Dari balik kaca matanya sempat melirik tulisan anyar itu. Tak dihiraukan.
"Iniii Paak..hayo pak.. Saya sedang terburu..," Bapak itu mengejar.
Ibu yang sedang dilayani Samudji, bersungut. Samudji segera mengambil uang bapak itu setelah sebelumnya melirik Anas yang masih berdiri belum pulang.
Setelah semua terlayani, tinggal Anas sendiri.
"Selamat bro..kau disayang Tuhan," ujar Samudji sambil mengulurkan tangan. Uluran disambut Anas dengan sumringah. Bagaimana tidak, Samudji lelaki cerdas itu menyebutnya disayang Tuhan. Hal yang belum pernah dia dengar sebelumnya.
Akan tetapi air muka Anas masih terlihat hambar. Karena dia juga menyadari. Pujian Samudji kadang kala bercampur dengan pukulan juga bantingan. Matanya melirik ke sudut kanan atas. Kemudian lirikan pindah ke tulisan anyar itu. Dia mangut-mangut. Entah paham entah tidak.
Diejanya dalam hati, "Orang sabar disayang setan, Andakah itu?" **

Komentar