Sosbud | Salah Ucap Bukan Salah Kaprah, Minimnya Literasi?


Masih lekat dalam ingatan. Pada suatu ketika, awal-awal Presiden Jokowi memimpin negeri ini, dalam sebuah siaran TV swasta, penulis jelas mendengar beliau mengucap kata 'negoisasi'. Dan karena merasa mempercayakan beliau memimpin negeri ini dan penulis belum mau merasa malu, langsung penulis mention melalui Akun Twitter pribadinya. Bahwa  pengucapan yang benar adalah negosiasi. Dalam pesan langsung tersebut juga disertai alasannya. Negosiasi adalah serapan dari Bahasa Inggris. Negotiate. Bukan Negoitation. Kata terakhir ini sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah ada.

Memahami walau akun pribadi, tentu beliau tidak sempat memeriksanya. Kesibukan mengurus negara sangatlah menyita waktu. Tentulah ada tim. Cukup senang begitu sempat mendengar beliau mengucapkan kata itu dengan benar. Beberapa lama setelahnya.

Kemudian di kesempatan lain, melalui acara televisi swasta nasional juga, seorang host, pembawa acara membahas tentang perekonomian.

Dia menyebut bilangan pecahan, bilangan desimal, seperti misal, 16,57 disebut enam belas koma lima puluh tujuh.
Penulis masih ingat betul pelajaran saat di bangku sekolah. Bahwa penyebutan bilangan desimal, angka di belakang tanda koma harus disebut satu-satu. Jadi 16,57 mesti diucapkan enam belas koma lima tujuh.

Logikanya tentu bahwa angka atau bilangan utamanya adalah 16 lebih sekian. Sementara kalau disebut lima puluh tujuh, bukankah melebihi angka utama? Apa gunanya diletakkan di belakang tanda koma? Bagaimana kalau misalnya angka pecahan itu 16,5723?

Hal ini pun serta merta penulis kirim pesan langsung, mention akun Twitter Tv tersebut. Menjelaskan ketidaknyamanan terhadap ucapan Host tersebut disertai dengan penjelasannya. Walau tidak ada tanggapan. Penulis sudah plong.

Sungguh disayangkan seorang host media TV dengan jangkauan siar sampai ke pelosok kurang memahami cara pengucapan yang benar. Padahal media elektronik sudah menjadi teman hidup hampir seluruh penduduk. Bagaimana jadinya kalau ada yang menjadikannya acuan? Perlulah kiranya bagian rekrutmen memperhatikan hal-hal yang terkesan sepele tapi bisa berakibat fatal dan tentu memalukan.

Literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.¹

Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai literasi ini akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi, nila-nilai budaya serta pengalaman. Kemudian, di dalam kamus online Merriam – Webster, dijelaskan bahwa literasi adalah kemampuan atau kualitas melek aksara dimana di dalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis dan mengenali serta memahami ide-ide secara visual.²

Memahami hal tersebut di atas, tentu menjadi tantangan ke depannya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional  tentu sudah melaksanakan apa yang dipandang perlu. Agar tingkat literasi semakin baik.

Dalam kehidupan  bermasyarakat, penulis sering langsung meluruskan apabila menemukan kesalahan ucap. Memberikan alasan dan penjelasannya. Dan sering kali pula bertanya pada orang yang dianggap lebih memahami. Setidaknya ada upaya turut meningkatkan literasi melalui kehidupan dalam masyarakat.

Tak bisa dipungkiri era milenial sedemikian banyak istilah-istilah baru lahir. Diksi-diksi baru bertebaran. Membutuhkan pemahaman lebih. Apalagi bagi orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam pusaran diksi-diksi tersebut. Semakin jauh dan terkesan ketinggalan jaman.

Diksi adalah pilihan kata yang paling tepat ataupun selaras pada penggunaannya guna mengungkapkan gagasan agar mendapat efek tertentu seperti yang diharapkan. Pengertian diksi adalah pilihan kata pembicara ataupun penulis ketika menggambarkan cerita yang telah dibuatnya.³

Marilah sebagai insan bangsa lebih memperdulikan lagi, memberi ruang pada peningkatan kualitas literasi. Sebagai penulis menghasilkan karya yang berkualitas. Kaya kosa kata. Kaya sumber kosa kata. Dan satu yang penting, kaya sebar kosa kata.**

Sumber:
¹wikipedia
²wikipedia
³ruangguru.co.id

Komentar

Postingan Populer