Humor~Kucing Kawin dan Tradisi Senyap Calon Presiden

Kucing Kawin dan Tradisi Senyap Calon Presiden

"Kau tahu? Hanya Bung Karno yang rajin bersuara lantang sebelum menjadi presiden. Suara lantang itupun dicorongkan ke arah musuh. Ke arah penjajah. Presiden berikutnya semua mengambil jalan sunyi. Tak pernah sekalipun berteriak-teriak sampai menggelegar mengampar-ampar."

Lagi-lagi Mukhson mengambil tema politik. Rasuli tetap suka mendengarnya. Sepeninggal Srimulat, mulut kawannya itu acap membuatnya tergelak.

"Iya ada benar juga kata Kau itu..trus apa maksudmu mengumbarnya? Kalau itu sebuah jalan rahasia bukankah kita juga bisa jadi presiden?"

"Ah simpan dulu mimpi siang Kau itu. Presiden itu takdir. Tak semudah berceloteh. Aku hanya menanggapi riuhnya berita tentang pihak-pihak yang tak secara langsung menginginkan jabatan itu."

"Kalau mereka sejalan dengan pikiranmu, tentunya media akan sepi. Banyak pengamat politik yang menganggur. Ya termasuk kau ini. Tak ada bahan yang kau umbar," ujar Rasuli membolak-balik arah pikir sedikit meladeni Mukhson.

"Wah..ada benarnya juga perkataan kau. Tapi perlu kau ingat. Sekarang kita sedang menghadapi wabah. Wabah ini sunyi senyap tapi mematikan. Coba kau bayangkan wabah ini misalnya juga mengeluarkan suara. Berteriak-teriak. Berkampanye. Diberi pengeras suara. Suaranya bermacam-macam. Suara kucing birahi, kerbau mengerang, tikus berpesta, anjing tengkar, ayam ketawa... Aku yakin pihak-pihak yang ramai itu akan diam seketika..."

Mendengar itu Rasuli langsung terdiam. Hening. Membayangkan tiap virus corona berteriak sepanjang waktu. Gaduh. Ah..ini mengasyikan.

"Mengapa Kau terdiam?" Mukhson mengamati Rasuli. Sorot Rasuli menembus dalam anak mata kawannya.

"Ssst...aku mendengar kucing kawin.."

****

Komentar

Postingan Populer