Humor | Intel Penglaris Sandal

"Kau masih ingat? beberapa hari yang lalu ada penjual sandal keliling dengan menggendong tas besar itu?" tanya Anas pada kawan lama yang tiba-tiba diakrabi. Kawan yang baru membuka konter hp. Nama kawannya diabaikan saja. Agar lebih aman.

"Oh..itu..iya..aku masih ingat. Yang bertopi itu khan? Yang duduk begitu lama di anak tangga itu khan?" ujar sang kawan masih dalam kesegaran ingatan

"Iya..kau benar. Kau masih ingat."

"Trus kenapa? Ada apa dengannya?"

"Kau harus hati-hati..dia intel..," sahut Anas serius.

"Apa urusannya denganku? Mau dia intel, mau dia untul, mau dia intil.. Gak ada urusan..itu khan cuma pekerjaannya," sahut sang kawan santai sambil menata letak hp bekas yang belakangan lebih sering laku.

Dia agak heran mengapa tiba-tiba Anas yang sempat menjadi musuh besarnya saat SD itu, belakangan ini sering mampir ke konternya. Dia merasakan seperti ada sesuatu.

"Lho kau jangan menganggap remeh. Tempat kau ini, konter kau ini disinyalir jadi tempat transaksi narkoba. Konter kau ini sering kali ramai. Saat banyak pengunjung itulah transaksi terjadi. Kau tidak tahu bukan? Sudah berapa transaksi terjadi di tempat kau ini..hati-hati kau. Kau bisa kena pasal. Sebagai kawan aku harus memberitahu," ujar Anas bersemangat. Terkesan ingin agar bekas musuh SD-nya itu selamat.

Merasa mendapat berita seperti itu. Sang kawan cepat memutar-mutar otak. Menghubung-hubungkan segala sesuatu yang terjadi beberapa hari di konternya. Dan juga di sekitar konternya. Akhirnya dia menemukan sesuatu.

"Baiklah aku akan berhati-hati. Terima kasih ya kau sudah memberi tahu. Ternyata pukulanku saat SD dulu tidak mengurangi rasa berkawan kau itu. Aku belum tentu bisa seperti kau. Semakin berumur kau rupanya semakin bijak.. Hebat kau..," ujar sang kawan melumuri Anas dengan kalimat sanjungan.

"Ah..kau bisa saja.. Sudahlah aku pergi dulu..ingat pesanku itu. Hati-hati.. Lebih baik kau cari kontrakan lain saja..," sahut Anas sambil berlalu.

Kalimat terakhir yang diucapkan Anas langsung membuat kupingnya panas.

"Tak mengapa..dulu kupingnya juga yang aku pukul..rupanya dia balas dendam..," gumam sang kawan sambil terus memandangi Anas hingga hilang di keramaian.

Tak dinyana tak diduga, pak tua penjual sandal keliling itu datang lagi. Menggendong tas besar. Persis sama seperti beberapa hari yang lalu. Dia langsung duduk di anak tangga ke dua dari tiga anak tangga.

"Numpang istirahat sebentar pak..," ujarnya sopan sambil membungkukan badan pada sang kawan.

"Oh.. Boleh pak silakan... Silakan..," sahut sang kawan tak kalah sopan.

Dengan segala pertimbangan yang matang, sang kawan mendekati pak tua penjual sandal itu.

"Waah...sandalnya bagus-bagus pak..namun sayang sandal saya masih baru. Bapak lihat konter hp yang di seberang jalan itu? Yang di sebelah rumah makan itu?" ujar sang kawan menunjuk ke arah konter hp di seberang jalan beberapa toko ke selatan. Di sepanjang jalan itu hanya ada dua konter hp.

"Iya pak saya lihat.. Ada apa ya pak?"

"Di konter itu beberapa pegawainya kemarin saya lihat memilih sandal di warung kecil sebelahnya. Sepertinya tidak ada yang cocok. Cobalah bapak menawari mereka. Barangkali cocok. Saya lihat sandal bapak ini seperti selera mereka..," ujar sang kawan bersemangat namun tetap berhati-hati.

"Baiklah kalau begitu saya ke sana sekarang. Belum dapat penglaris dari pagi. Terima kasih ya pak.." sahut pak tua bersemangat kemudian beranjak pergi.

Sang kawan menarik tempat duduk agak keluar konter. Mencari posisi agar leluasa memantau pak tua dan konter hp yang senantiasa lengang itu. Dari kejauhan pak tua terlihat segera mengeluarkan beberapa pasang sandal. Seperti bersiap akan menawarkan ke dalam konter.

Sepemakan sirih berlalu, ada pemandangan menarik. Anas terlihat datang dengan sepeda motornya. Setelah memarkir motor dan menghampiri pak tua,  mereka bercakap-cakap sebentar. Anas langsung memalingkan wajah ke arah konter sang kawan.

Mereka beradu pandang. Sang kawan mengacungkan jempol. Anas membalas dengan mengacungkan entah jempol entah kepalan tangan. Saking jauh menjadi tidak jelas.

Si pemilik konter yang juga iparnya Anas, keluar kemudian menarik tangan Anas. Seperti mengajak untuk ikut memilih sandal. Pak tua pun terlihat sumringah. Penglaris dan makan siang sudah di depan mata. ***

Komentar

Postingan Populer