humor~Maradona, Napoli, dan Atlet Hebat



Berita berhentinya detak jantung Maradona, membuat dunia terhenyak. Dunia yang mirip bola ini seperti merasa kehilangan. Terutama sekali para penggemar si kulit bundar.

Tak terlepas pada obrolan dua karib di meja lesehan sebuah depot kopi. Mukhson dan Ma'id. Sehari setelah berita Maradona meninggal.

"Kau tahu Id? Dalam hidupnya Maradona pernah melakukan tendangan paling keras.Apakah Kau tahu tendangannya yang paling keras itu?" tiba-tiba Mukhson melemparkan tanya saat seruputan kopi panas.

"Semua tendangannya saat mencetak gol. Itulah tendangannya yang paling keras," sahut Ma'id yakin.

"Apakah tendangannya itu sampai menembus jaring gawang? Sampai merobek jaring gawang? Tidak khan bro?"

Maid menggeleng. Bola matanya memutar. Pikirannya tidak berusaha menembus pikiran Mukhson yang diketahui kerap runyam itu.

"Kau harus tahu Id. Tendangan Maradona yang paling keras sepanjang karirnya adalah saat menyepak keras Napoli. Kau tahu Napoli? Klub kecil dari Italia. Ibarat bola. Napoli tersepak keras setelah ditendang oleh Maradona. Bola Napoli itu melesak merobek jaring. Melambung tinggi disaksikan jutaan penonton penjuru dunia. Sebelum ditendang, bola Napoli itu hanya sekedar bola lusuh. Tidak ada apa-apanya. Begitu disentuh Maradona, dia menjadi juara liga dua kali. Dan tiga trofi dari Juara Coppa Italia, Piala Super Italia dan Juara Liga Eropa."

"Hebat Kau Son..di kepalaku, Maradona hanya menyepak bola. Hanya menggoreng bola. Tapi di kepalamu, Maradona bisa menyepak klub bola. Sekarang kekagumanku bertambah Son...," ujar Ma'id terkesima.

Mereka berdua adalah pengagum Maradona. Bukan saja sepak bola. Setiap ada atlet yang hebat, sesempat mungkin mereka akan mengaguminya. Kalau Mukhson mengagumi Anatoly Karpov, Ma'id tak mau kalah. Dia adalah pengagum Bobby Fischer.

Walau sama-sama mengagumi pecatur, Mukhson pernah berkata juga di tempat yang sama, "Kalau aku suka Karpov, mbok ya Kau suka Kasparovlah agar sebanding. Masa Kau suka Bobby? Mereka khan belum pernah bertarung. Mereka beda zaman."

"Iya..Son..itulah suka-sukaku. Kalau kita suka Maradona, apakah aku tidak boleh suka Ricky Yakobi yang juga sudah meninggalkan kita itu?"

Joe, pemuda Medan sang empunya depot rupanya mencuri dengar percakapan dua karib itu. Ketika melintas, dia turut nimbrung.

"Bang, aku juga suka Bobby. Desember nanti keluargaku mendukungnya. Takku sangka abang juga suka Bobby," ujarnya dengan bangga disertai jempol.

"Desember nanti? Emang Bobby masih hidup? Kau dengar itu Son?" seru Ma'id setengah tidak percaya.

"Sudahlah Kau percaya saja. Si Joe itu terlalu banyak main kopi. Kopi paste." (*)



Komentar

Postingan Populer