Humor | Kayu Bicara

Mahoniawan adalah manusia kayu yang sudah berumur lanjut. Lambaiannya paling tinggi di antara kawanannya. Mumpuni dalam segala hal. Disegani kawanannya.

Bagaimana tidak, setiap pagi dialah yang pertama kali menyambut sinar mentari. Apalagi kala hujan turun. Dia juga yang terlebih dahulu menikmati rintiknya. Menyerap air hujan paling banyak. Tentu dengan akarnya yang tangguh-tangguh. Kalau ada yang datang bertamu, dia juga yang pertama melihatnya.

Disebut manusia kayu oleh karena dia membentuk dirinya sebagai pohon kayu. Dia juga memiliki rasa. Dia bertumbuh. Memiliki keinginan-keinginan sebagaimana halnya manusia.

Dia dan kawanannya begitu setia mendampingi Pak Monas, sang manusia beton selama bertahun-tahun. Pak Monas selalu saja ramai. Selalu saja ada manusia yang mengunjunginya.

Pernah terlintas rasa iri dalam pikiran Mahoniawan. Namun segera dibuangnya jauh-jauh. Tak ada gunanya iri pada beton. Apalah beton itu. Demikian pikirannya melintas.

"Alangkah senangnya Pak Monas. Sedemikian banyak yang menyukainya. Mungkin karena dia hanya seorang diri. Coba saja dulu Bung Karno membuat seribu Monas..dan aku cuma sendiri saja.. hehe..bisa-bisa mereka semua melirikku..." gumam Mahoniawan suatu ketika.

Kawanan pak Mahoniawan lumayan banyak. Ada ratusan. Berkumpul berjajar membentuk sebuah taman teduh. Taman teduh yang sering dikunjungi manusia yang belum pernah menjadi kayu.

Pernah suatu ketika Pak Mahoniawan dan kawanan mempunyai tamu yang banyak. Sangat banyak. Ribuan. Bahkan manusia-manusia itu ada yang menyebut dirinya jutaan. Mahoniawan kala itu merasa geli, "Menghitung diri saja manusia-manusia itu tidak becus."

Ada kejadian lucu kala itu. "Hahaha..iih..hangat kakiku.. Wooey.. Sudah.. Sudah... Aku sudah cukup dapat aiir...," seru Mahonisari dari kejauhan. Kakinya dikencingi seorang manusia.

Menyaksikan itu, Mahoniawan hanya tersenyum kecut. Sembari meneriaki Mahonisari dari jarak tiga pohon, "Heeyy..Mahonisari..sudahlah terima saja..manusia-manusia itu lebih pintar dari kau. Kencingnya itu banyak mengandung unsur hara yang bagus buat kau. Lapisan kulit kau agar bagus dan badanmu lekas besar."

"Iya..aku paham itu. Aku mengerti itu Sinuhun Mahoniawan. Tapi aku tidak tahan melihat alat kencingnya itu..kecil namun semburannya begitu kuat..membuat geli saja..hahaha..." terkekeh-kekeh Mahonisari sambil sesekali milirik alat kencing sang manusia.

Suasana riang penuh suka cita itu rupanya hanya tinggal cerita. Kawanan pohon mahoni rupanya sudah lenyap. Burung-burung terbang rendah dengan kecepatan tinggi menikung tajam kemudian berbalik arah. Mendapati lingkungan tempat bermainnya sudah lenyap.

Bisa jadi burung-burung itu akan mengadu pada rajanya, burung garuda. Mengapa tempat mainnya dipermak setega itu.

Nun jauh di luar sana, di sebuah kota besar, terlihat seorang perlente menggandeng istri muda memasuki ruang pamer perlengkapan rumah tangga.

"Waah...ini baru baguss..benar-benar elegaan...ambil ini saja ya.. Mah.." ujar sang perlente sambil menunjuk pada satu set kursi makan beserta mejanya.

Sang istri muda seperti tidak hirau. Dia serius menyaksikan siaran tivi yang tergantung di sebelah kasir. Pemberita sedang mengupas kasus tebang pohon mahoni di sekitar Monas. Yang tidak jelas juntrungannya itu.

Sekilas seorang pramuniaga muda datang mendekati. Dia sempat melihat sang perlente mengagumi dagangannya.

"Oh..iya pak benar.. Ini set meja makan model terbaru. Barangnya juga baru datang. Masih gress. Bahannya kayu mahoni terbaik yang pernah ada.." ujarnya bangga dengan senyum terbaik mengikuti.

Sang perlente mangut-mangut menunggu persetujuan sang istri muda.

"Bapak bilang, meja dan kursinya dari bahan apa?" tanya sang istri muda seperti ingin mendengar ulang.

"Dari mahoni Bu..iya..dari kayu mahoni kualitas terbaik..." sahut sang pramuniaga bangga.

Sang perlente turut menyenyumi.

Sang istri muda perlahan melangkah mendekati meja. Tangannya menyapu lembut menyusur bibir meja. Daun telinganya terlihat bergerak-gerak. Seperti mendengar sesuatu.

"Halo.. Neng.. apakabar?.. Kita ketemu lagi...masih ingat aku khaan? Aku Mahonisari..bagaimana kabarnya Jon?"

"Deg!" Dada sang istri muda seperti tersedak. Matanya berpindah melirik kursi elegan berbalut kain bludru cokelat. Kursi itu seperti tersenyum.

"Heh..hai..Neng..tumben keren.. Perhiasan Neng komplit banget..hampir aku tidak percaya kalau yang dulu suka bawa bekal gorengan itu sekarang mirip artis..pangling aku.. Neng.. Apakabar?.. Mana Jon yang brengsek itu?" seru antusias Mahoniaga yang saat masih berpohon sering dikencingi Jon.

"Ahhh...sudah..suddaahh...aku tidak mau kursa kursi lagi.. Aku muaak.. Pah.. Ayo pulaang...." teriak sang istri muda di ruang pamer yang dipenuhi lelaki perlente itu.**

Komentar

Postingan Populer