Humor | Berani? Siapa Takut

"Setiap orang bisa menjadi guru. Setiap rumah bisa menjadi sekolah."

Berawal dari keberhasilan disebut sebagai seorang 'ayah' tahun 2006 silam. Ditandai dengan kelahiran seorang putri. Mulailah saya perlahan menghidupkan sebuah kata bijak dari seorang pelopor pendidikan negeri ini. Ki Hadjar Dewantara. Kata bijak itu rupanya sudah terbaca dengan baik. 

Walau saya ayah baru dan bukan seorang guru, tapi tentu kalimat bijak itu justeru pas buat saya. Apalagi didukung oleh kenyataan bahwa saya tidak mempunyai sekolah.

Dari sekian banyak tugas seorang guru yang saya ketahui, saat itu saya hanya mencoba menerapkan satu didikan. Yakni menumbuhkan keberanian.

Mengapa hanya satu? Tentu karena keyakinan saya bahwa guru-guru itu juga tidak akan sanggup melakukan pekerjaan saya. Hehe. Ini paragraf becanda.

Pemerhati humor tentu sependapat bahwa waktu berlalu begitu cepat. Pengecualian untuk yang biasa tertimpa dalam urusan menunggu waktu.

Taman Kanak-kanak tanpa terasa sudah terlewati. Keberanian si Putri sudah saya anggap bagus. Bahkan terkadang terlalu berani.

Pernah suatu ketika saat berakhir pekan di hamparan rumput hijau taman kota, saat Putri masih awal-awal TK, saya menguji keberaniannya.

Saya menyuruhnya memanggil seorang tukang asongan. Berjarak 50an meter. Di antara posisi kami dan tukang asongan tersebut, ada beberapa keluarga kecil yang juga turut menikmati senja nan semilir itu.

Begitu mendapat perintah, Putri langsung berlari anjing menuju tukang asongan tersebut. Dari kejauhan terlihat Putri menepuk pundak tukang asongan itu. Terkejut. Terlihat Putri komat-kamit sambil menunjuk-nunjuk ke arah kami. Entah apa yang mereka cakapkan.

Senja itu saya puas. Rupanya didikan saya berbuah. Entah oleh karena saya, entah memang karakternya. Saat itu saya tidak peduli. Pendeknya senang saja.

Hari Pertama Sekolah Dasar

Matahari baru sudah tinggi. Sinarnya  menghangatkan pikiran para orang tua murid baru. Wajah-wajah sumringah menanti kesan pertama sang ananda dari bangku sekolah.

Putri terlihat riang keluar kelas. Di pelataran parkir saya bertanya, "Keberanian apa yang sudah Putri lakukan di kelas?"

“Ibu Guru belum ada memberikan pelajaran. Baru kenalan saja. Ayah menyuruh bertanya kalau ada yang tidak dimengerti," cukup lancar Putri melapor.

"Trus apa Putri ada bertanya?"

"Ada Yah.. Putri langsung tunjuk tangan saat Ibu Guru menanyakan apa ada yang ingin bertanya."

"Putri tanya apa?" benar-benar tak sabar saya saat itu.

"Putri tanya, kapan ulangan umum Bu?"

"Braaak..," pantat motor menabrak pagar sekolah. Jawaban yang menghentak. Saya yang sudah tua ini saja masih takut-takut kalau bertanya.

"Mengapa pagar sekolah ditabrak Yah? Putri bilang Bu Guru loh ya.."

"Sudah..sudah..hayo naik.. Ayah sudah lapaar.."

***

Komentar

Postingan Populer