Puisi | Dia, Aku dan Seorang Kawan
Mereka menjajakan penganan rumahan, menaburinya dengan gula merah.
Warung kopi bermahkota dipenuhi pelancong, tari api sedang beraksi.
Datanglah pewarta tak bersepatu, mereka membuatnya ternganga.
Satu tangan menggantang buku besar, satu lainnya mematut topi.
Tiga orang keamanan desa membuat mereka gelisah, mereka perlu tempat untuk mengadu.
Saat aku dan seorang kawan menyaksikan
Dari kaca mata minus bertangkai satu.
Kepala polisi, dia kelihatannya sangat berang, "Tangkap satu dan periksa," dia menyeringai.
Dan memasukkan satu begundal ke sel belakang.
Kemudian satu datang, berteriak, "Kau milikku, Kau tidak bisa ke mana-mana!"
Dan seseorang berkata, "Kamu di tempat yang salah, kamu sebaiknya pergi"
Dan satu-satunya teriakan yang tersisa setelah petir menyambar,
"Apakah ada yang menjadi saksi?!"
Saat Aku dan seorang Kawan menyaksikan dari kaca mata minus bertangkai satu.
Hari hampir gelap, binatang malam mulai berkemas
Penjaja penganan rumahan telah mengambil semua barang-barang
Semua, kecuali harapan dan kaki-kaki meja.
Semua orang berganti rupa atau mengharapkan hujan menyegarkan kulit tubuh.
Dan orang desa yang baik, dia berpakaian terbaiknya, dia bersiap-siap untuk pertunjukan
Dia akan pergi ke pesta malam ini
Saat Aku dan seorang Kawan menyaksikan dari kaca mata minus bertangkai satu.
Burung hantu, bertengger menyorot dari gelap dahan, Aku dan seorang Kawan merasa sangat takut
Pada hari jadi hidupnya, dia masih menjadi budak berkarat.
Baginya, perjalanan menuju kematian cukup menyenangkan. Dia mengenakan pakaian putih-putih
Hidupnya adalah keyakinannya, perjuangannya adalah nyawanya,
Kematiannya menjadi teman lama,
Dan meskipun harapannya sangat keras tertuju pada sebuah cahaya terang,
Dia, Aku dan seorang Kawan sedang menyaksikan dari kaca mata minus bertangkai satu.
Batu Muda 19112019

Komentar